menularkan galau (1)

26 Des 2011


Hai! Saya lagi begadang: mata memandang layar laptop berisi grup FB, bibir menyesap susu HiLo Soleha, dan kuping ngedengerin Ocean's Thirteen yang lagi diputer di TransTV. Multitasking to the max, tapi tetep aja gak sambil ngerjain mini research Intercom. Atau modul ESP. Atau tugas Evapem.

Meureun banyak yang bakal nyebut saya lebay kalo saya bilang itu tiga tugas akhir semester belum saya kerjain gara-gara saya fokus ke ABS. Lha wong anak-anak seangkatan juga ngurusin ABS tapi masih bisa tetep ngegawein jurnal Semiotics kok...

Tetapi sesungguhnya memang itulah yang terjadi.

Kunaon? Teuing.

Tiap saya mikirin "Ah dem, mini research! Ah sial, modul! Ah kumaha atuh final project?" pasti si gugunungan di poster ABS (yang bisa dilihat di sini) itu nongol di pikiran saya. Kemudian saya ke-distract. Kemudian saya menunda lagi ngerjain tugas-tugas itu. Ada apa dengan saya??? (Ini saya serius nanya.)

Hari ini H-2. Dan dalam waktu kurang dari 30 menit bakal berubah jadi H-1. Bulan kemaren, acara ini masih mengawang-awang. Teuing rek siga kumaha. Ngonsep sana, ngonsep sini. Ada yang protes, ada yang dukung. Rarieut pokokna mah. Sampe ngebikin saya kabur naek kereta sendirian ke Jakarta.

Kemudian reda. Kemudian kita saling ngedukung. Kemudian kita satu.

Tapi H-2 ini lagi-lagi grup rame. Riweuh. Reunceum ku notifications. Demi kepiting-kepiting di laut, saya pengen kabur lagi. Naek kereta lagi. Ke Jakarta lagi. Tapi udah gak ada waktu. Sedih ih.

Segala sesuatu itu butuh pengorbanan kan? Sebelum ngeliat ke atas, gimana kalo kita ngeliat ke bawah dulu? Seberapa jauh pengorbanan yang udah kita kasih buat acara ini? Kalo menurut kamu pengorbanan kamu masih belum cukup, sekaranglah saatnya untuk melunasinya. Kalo kamu ngerasa pengorbanan kamu udah gila-gilaan, kenapa sekarang kamu harus ngerem? Sekalian aja sampe titik pengorbanan penghabisan! (Naon lah...)

Ih lebay pisan si Putdar teh. Tapi bae lah. Galau itu harus ditularkan.

whatever happened

13 Des 2011

{sumber}

Whatever happened to the guy I love
He sailed the ocean and never came back
Said he'd send me letters but none ever come
Said he'd be back in a few but I'd lost track of time

an unfinished story

7 Des 2011

Dan seketika itu cinta
datang menyapa.
Hadir. Nyata.
Melalui sepatah kata.
“Silahkan.”
Lantas apa?
Toh dia mengatakannya pada setiap orang.
Kuambil buku menu yang ia sodorkan.
Ia tersenyum. Gingsul menambah manis senyumnya.
Ah, mengapa aku harus tersipu begini?
Ia kembali ke tempat asal ia berdiri tadi. Di ambang pintu restoran.
Aku memandangi daftar menu yang harganya sangat tidak masuk akal itu.
Apa-apaan ini? Perampok saja tidak akan tega meminta uang sebanyak ini.
Tapi aku harus memesan sesuatu.
Aku sudah terlanjur masuk.
Sudah terlanjur duduk.
Sudah terlanjur jatuh cinta...
Ah, pikiran bodoh itu lagi!

ia pergi merantau

6 Des 2011

Ia mengepak kardus terakhir yang berisi buku. Sekarang apa lagi? tanyanya dalam hati. Sudah berhari-hari ia menunda untuk membereskan kamarnya dan memilah-milah mana saja yang akan ia bawa. Ia masih berharap terjadi sesuatu yang bisa mencegahnya pergi dari kamar ini. Jika itu terjadi, maka ia tidak usah repot-repot membongkar lagi kardus-kardus.

“Celana-celana ini sudah tidak muat lagi di pinggang bapakmu,” ucap ibunya yang baru saja masuk ke kamar. “Perutnya sudah makin buncit. Kamu bawa saja ya? Mungkin agak sedikit longgar, tapi kamu bisa membawanya ke tukang jahit untuk dirombak.”

“Ah, Bu,” jawabnya. “Untuk apa sih celana kain? Nanti pasti aku pakai celana jeans.”

“Lha? Kamu itu kan kuliah di jurusan pendidikan. Ya stelannya harus kayak guru dong? Celana kain dan kemeja. Pakai sepatu kulit.”

Ia tak mau membantah ibunya lagi. Ia tahu, sekeras apapun ia menolak, ibunya pasti akan menang. Diambilnya celana-celana itu dan dimasukkannya ke dalam tas pakaian besar yang sudah hampir penuh dengan jeans dan kaus.

“Bapak di mana?” tanyanya.

“Belum pulang. Mungkin sebentar lagi,” jawab ibunya sambil keluar menuju dapur.

Ia menghela napas lagi. Bahkan hingga detik ini, ia masih berharap ada sesuatu yang bisa mencegahnya pergi. Bayangan hidup sendiri di kota orang sedikit membuatnya bingung. Akankah ia berhasil bertahan di kota besar yang terkenal kejam itu? Akankah ia bisa menjalani perkuliahan dengan tenang sementara ibu dan bapaknya jauh di sini, di kota kecil ini?

pulang

5 Des 2011

Ia memandangku dengan kedua matanya.

“Mau makan apa?” tanyanya.

Kualihkan pandanganku dari matanya ke daftar menu. “Apa ya? Aku belum pernah makan di sini. Ada saran?”

“Hmm... Coba kita liat...” ucapnya sambil mengambil daftar menu itu dari tanganku. “Kalo aku sih seringnya pesen Sup Seafood Pedas. Cobain deh. Enak lho?”

“Yah... Aku gak suka seafood.”

“Kalo gitu cobain Cah Kangkung.”

“Aku gak suka sayur.”

“Sate Kambing?”

“Gak suka daging kambing.”

Ia menyipitkan matanya. “Jadi kamu mau makan atau enggak?”

Aku tertawa. “Iya, iya... Aku mau... Nasi Goreng Ayam aja deh.”

“Ya ilah... Jauh-jauh ke sini tetep aja makan nasgor.”

“Yang lainnya aku gak doyan...”

“Ya udah.”

Ia menuliskan pesanan kami dan memanggil pelayan. Setelah pelayan itu mengambil kertas pesanan kami, ia kembali sibuk dengan ponselnya. Dan aku kembali sibuk memandanginya. Cowok ini biasa saja. Rambut ikal, kumis tipis, beberapa helai janggut, memakai kemeja dan celana. Apa istimewanya sih?

halo!

21 Okt 2011


Nama saya Putdar dan saya cewek. (Banyak yang nyangka kalo 'putdar' itu singkatan dari 'Putra Darmawan', tapi saya mau menegaskan kalo itu SALAH BESAR.) Saya mahasiswi tingkat 3 di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Insya Allah dua tahun yang akan datang saya bakal dapet gelar S.Pd., tapi obsesi dan cita-cita saya tetap menjadi seorang ibu rumah tangga. Biarin aja guru mah jadi kerja sambilan.

Obsesi saya yang lain adalah GAJAH. Ya, mamalia terbesar di daratan. Karna itulah blog ini saya namain 'gadjah tjoeloen'. Blog ini insya Allah bakal jadi tempat saya muntah... Muntah pelangi dan berlian. Selamat menikmati! :D