Punahnya "Kami"

12 Nov 2015



Teman-teman pasti familiar kan dengan iklan ini? Iklan yang bercerita tentang seorang gadis muda yang ditawarkan jodoh oleh orang tuanya yang kemudian jadi galau antara menikah atau S2 dulu. Saya gak ngerti apa hubungannya krim pemutih wajah dengan keputusan mau nikah atau S2 dulu, tapi iklan ini nampak cukup populer di antara pengguna media sosial di Indonesia (atau mungkin cuma teman-teman saya aja. Hehe...)

Jadi, nikah dulu apa S2 dulu nih? Sayangnya, postingan saya bukan mau bahas itu :p

Ada hal yang ganjil di iklan ini, tepatnya kata-kata yang digunakan oleh sang gadis di bagian akhir iklan (detik 15):
"Oke, aku akan menikah... tapi setelah lulus S2. Seperti dia, aku juga harus terpelajar, punya karir bagus. Baru kita berdua akan jadi jodoh yang pas."

Aneh kan? Siapakah "kita berdua" yang dia maksud? Dia dan jodoh yang ditawarkan oleh orang tuanya atau dia dan ayahnya? Nah lho...

Penggunaan kata kita sekarang ini jadi agak sedikit kacau. Padahal arti kata kita menurut KBBI sebenarnya adalah:
kita/ki·ta/ pron 1 pronomina persona pertama jamak, yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yang diajak bicara; 2 cak saya; -- orang cak kita

Kita adalah kata ganti orang pertama jamak, termasuk dengan orang yang diajak bicara. Contoh sederhananya begini:
Amir dan Budi sedang berbincang-bincang. Amir berkata, "Kita pelajar. Tugas kita ya belajar."
Siapa yang merupakan pelajar? Keduanya. Amir dan Budi adalah pelajar.

Bandingkan dengan:
Amir dan Budi sedang berbincang-bincang, kemudian datang Bu Citra. Bu Citra bertanya, "Sedang apa kalian?" Budi menjawab, "Kami sedang mendiskusikan cita-cita, Bu."
Siapa yang sedang mendiskusikan cita-cita? Amir dan Budi. Karena arti kata kami menurut KBBI adalah:
kami/ka·mi/ pron 1 yang berbicara bersama dengan orang lain (tidak termasuk yang diajak berbicara); yang menulis atas nama kelompok, tidak termasuk pembaca; 2 yang berbicara (digunakan oleh orang besar, misalnya raja); yang menulis (digunakan oleh penulis)

Jadi, kalau dilihat dari definisi kata kita menurut KBBI, sang gadis di iklan krim pemutih wajah itu berbicara tentang dia dan ayahnya. Dia dan ayahnya akan jadi jodoh yang pas. Wah wah wah... Penggunakan kata yang kurang tepat bisa membiaskan makna lho :D

Bahasa memang sesuatu yang unik. Bahasa bukanlah ilmu pasti. Bahasa bisa berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Mungkin kata kami sekarang ini sudah memasuki penghujung usianya dan pada akhirnya fungsinya akan benar-benar digantikan oleh kita. (Sebagai catatan, dalam Bahasa Inggris padanan kata untuk kita dan kami sama-sama we.) Tapi bagi kita yang masih menggunakan kata kami pada tempatnya, iklan ini kedengaran sangat aneh dan creepy.

Dara | Bloglovin' | Instagram | Twitter | Facebook

Menjadi Seorang Istri Itu...

9 Nov 2015

Afief & Dara - Blog Miss DaraSetelah hampir sebelas bulan menjadi seorang istri, baru beberapa hari yang lalu ini saya ngerasa takut yang teramat sangat. Suami saya sakit. Saya lagi rapat Mata Ilmu waktu dia kirim pesan di LINE & bilang "Aku gak enak badan. Kita pulang pake kereta aja. Motor ditinggal di kantor."

Malamnya dia demam tinggi. Bahkan telapak tangannya juga panas. (Cerita lucu: Tengah malam, tangannya megang lengan saya & dalam keadaan setengah sadar, saya kepikiran "Wah, suamiku firebender!" Saya kebanyakan nonton kartun :p.) Dia kemudian saya kompres dengan air dingin dan saya buatin bubur dadakan.

Selama proses bikin bubur itu saya googling tentang demam tinggi pada orang dewasa. Ternyata sangat tidak disarankan yaa googling gejala penyakit itu, karna biasanya jawaban yang nongol adalah sakit-sakit yang parah. Demam tinggi pada orang dewasa menurut Paman Google adalah ciri DBD atau tifus.

Baca hasil googling itu bikin hati saya ketar-ketir. Gimana kalau Mas Afief sampai harus dirawat di rumah sakit? Gimana kalau penyakitnya parah? Pikiran saya melayang-layang gak karuan. Saya takut. Saya sedih. Selama menikah, Mas Afief memang pernah sakit beberapa kali, tapi biasanya cuma batuk pilek atau meriang biasa aja, gak sampai bikin telapak tangannya sepanas ini.

Saya akhirnya BBM ke Ibu, bilang kalau Mas Afief demam tinggi. Besoknya Ayah & Ibu datang ke rumah & nganterin kami ke Puskesmas terdekat. Alhamdulillah ternyata Mas Afief cuma masuk angin aja. Saya lega banget, tapi sekaligus malu juga sama Ayah & Ibu. Segitu paniknya, ya Allah... Hehehehe

Ternyata begini rasanya jadi seorang istri yang suaminya sakit. Kuatirnya cuma bisa dipendem dalam hati. Biasanya kalau ada kegundahan hati curhatnya ya sama suami, tapi kalau gundahnya karna suami, curhatnya sama siapa? Hehehe... Mudah-mudahan ke depannya suami saya sehat selalu. Aamiin :)

Dara | Bloglovin' | Instagram | Twitter | Facebook